Jumat, 19 Oktober 2012

review jurnal


Judul Jurnal  :   Pembelajaran Nilai  Budaya Siri' Pada Masyarakat Bugis Makassar Di Lingkungan
                           Sekolah: Perspektif Psikologi Lintas Budaya  Dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
                           Sosial di Sekolah  Dasar.
Penulis           : Muh. Nur Ali

Salah satu budaya dalam masyarakat Bugis adalah Siri’. Menurut Mattulada (1992), Siri’ merupakan “rasa malu” yang abstrak tetapi bisa diobservasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ungkapan bahasa Bugis dikatakan "iyana  ritu siri 'e naonroi tellu cappa" yang berarti rasa malu pada tiap-tiap orang terletak  pada  3 ujung. Maksudnya adalah yang pertama ujung lidah yaitu dilarang berkata dan dikatai dengan kata-kata kotor. Yang kedua adalah ujung badik yang artinya dilarang menghindar atau lari dari segala ancaman dan serangan fisik. Dan yang ketiga adalah ujung kemaluan laki-laki yang berarti dilarang melakukan zinah atau dizinahi.
Menurut kepercayaan masyarakat bugis, apabila seseorang ternodai oleh ketiga ujung tersebut maka hidupnya dikatakan sia-sia atau lebih baik mati. Nilai budaya siri’ tidak pernah menerima pengakuan dari luar, sehingga tidak tersosialisasikan dari segi manfaat dan mudhoratnya. Nilai budaya siri’ menjadi konsep yang mengambang dan diartikan berbeda-beda atau relatif oleh tiap warga Sulawesi selatan, yang mana cukup berbahaya karena dapat terjadi perdebatan antar sesama warga atau terhadap warga lain (outgroup).
Menurut Matsumoto (2000), persepsi tiap orang tentang dunia tidak sepenuhnya sama dengan persepsi dari kita. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seorang individu menganggap dirinya sebagai representasi dari suatu komunitas akan menimbulkan stereotype bahwa komunitas yang bersangkutan psikopatik. Sama halnya dengan kebrukan individu yang mengatasnamakan nilai siri’ dalam komunitas Bugis dan Makassar.
Begitu luhurnya nilai kualitas suatu budaya hingga mengedepankan kemaslahatan manusia di luar atau dalam komunitasnya. Jika kemaslahatannya tidak muncul, maka perlu dipertanyakan proses pewarisan nilai yang terjadi, sebab diduga telah terjadi bias  pemahaman oleh penganutnya.

Tinjauan Kritis Terhadap Budaya Siri’
Siri'  juga  merupakan  aktualisasi  potensi rohaniah manusia penduknng kebudayaan itu secara keseluruhan yang tak terpisahkan satu dengan yang iainnya (Mattulada, 1992). Keseluruhan yang dimaksud adalah komponen-komponen yang saling menentukan dan komplementer  dalam satu sistem.
Pemahaman   objektif  terhadap  nilai­nilai luhur budaya sangat penting, karena budaya mempengaruhi bagaimana cara menerima dan memproses informasi, atau memahami secara kognitif semua proses mental yang meliputi persepsi, pemikiran rasional, dan hasrat yang menjadi keinginannya (Matsumoto,  2000). Akan tetapi objektivitas dalam pengertian keselarasan dengan dunia objektif (multikultural), juga menjadi rujukan penting sebagai kriteria pembenar nilai pergaulan universal.
Jadi dalam masyarakat bugis terdapat pelabelan (stereotype) bahwa setiap orang bugis dan makassar mempresentasikan perilaku psikopatik dalam perilaku dalam pergaulan antar etnik. Orang bugis bone mengintepretasikan budaya siri sebagai nilai luhur yang harus dijunjung tinggi sebagai ekspresi penghargaan terhadap orang lain, yang bermakna bahwa setiap orang mempunyai rasa siri (rasa malu) dan rasa siri itu harus dihargai. Jika rasa siri tidak dihargai maka orang tersebut akan marah dan kalap bahkan bisa membunuh orang lain.
Ada istilah “ujung sensitif” yang dimiliki oleh orang luar menjadi pegangan dalam lingkup entik bugis tersebut seperti cappa lilla (ujung lidah) isyarat verbal yang artinya semua orang harus disapa dengan santun dan penuh penghargaan. Namun jika diremehkan maka orang tersebut akan marah dan dapat membunuh orang. Cappa kwali (ujung badik) benda tajam dipergunakan untuk membela diri.  Di bugis dilarang semena- mena dengan orang lain karena siapa pun yang mendapatkan penganiayaan wajib membela diri hingga nyawa taruhannya. Coppa laso (ujung kemaluan laki-laki) ini berarti perlindungan terhadap perempuan dari kesewenangan kaum laki – laki.
Nilai siri sebagai budaya yang melekat dalam kultur mengalami proses transformasi yang berlangsung dengan sendirinya melalui pewarisan secara ilmiah. Nilai siri dibentuk oleh lingkungannya tanpa ada penyesuaian kognitif dan emosional secara wajar.

Penerapan Pembelajaran Nilai Budaya Siri’­­­­
Pembelajaran nilai budaya siri terdapat dala mata pelajaran muatan lokal (Mulok), Agama, PKN, Bahasa Indonesia dan IPS. Nilai siri ini diintegrasikan dalam mata pelajaran IPS yg diharapkan mampu memfasilitasi aspek-aspek kognitif dan behavioral pebelajar.

Titik Tolak Pembelajaran
Mengacu pada standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-SP), maka nilai budaya siri diharapkan :
1.      Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
2.      Mematuhi aturan sosial yg berlaku
3.      Menghargai keberagaman
4.      Menggunakan informasi secara logis, kritis dan kreatif
5.      Menunjukkan rasa ingin tahu yg mendalam
6.      Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
7.      Peka terhadap gejala alam dan sosial
8.      Menunjukkan kecintaan terhadap Tanah Air
9.      Sopan santun
10.  Dapat bekerja sama

Strategi
IPS tergolong dalam mata pelajaran yg berkarakter “Cognitive Grouth” yakni mata pelajaran yg membutuhkan penalaran, pembandingan dan pengalaman serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi untuk pencapaian optimal :
1.      Memprioritaskan “kepedulian kognitif” artinya melihat proses bagaimana cara mempelajarinya
2.      Mempertimbangkan tingkat kognitif
3.      Guru harus interaktif dan mampu mengorganisir struktur pemahaman belajar
4.      Siswa mampu menghubungkan informasi yg ada
5.      Guru harus dapat menangkap respon yg diberikan oleh siswa

Langkah-langkah
Dalam proses pembelajaran nilai siri dalam mata pelajaran IPS maka pembelajaran diberikan muatan kultural yg menyangkut konten :
1.      Orientasi    :  menjelaskan tujuan yg hendak dicapai dengan mendeskripsikan pengertian, manfaat, dll
2.      Eksplorasi  :  pencarian kemampuan dasar siswa dengan mengembangkan percakapan dan tanya jawab
3.      Pemaparan :  menceritakan kasus yg mengandung nilai budaya siri’
4.      Penyelidikan         :  memberikan kesempatan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan
5.      Akomodasi            :  membentuk pengetahuan baru melalui peyimpulan hasil belajar
6.      Transformasi         :  menerapkan pengetahuan yg telah dimiliki
Proses pembelajaran di atas diperkuat melalui norma yg berlaku agar siswa memahami bahwa nilai kebudayaan siri adalah warisan yg tidak dapat ditinggalkan atau dilupakan.

Mengembangkan Materi
Materi pembelajaran yang di kembangkan adalah materi yang sesuai dengan SKL-SP pembelajaran IPS di SD ,yaitu  :
1.      Mengenai peletakan dasar kecerdasan
2.      Pengetahuan
3.      Kepribadian
4.      Akhlak mulia.
Keempat  materi pembelajaran IPS di SD  yang menjadi target (instructional effects) dikembangkan menggunakan pendekatan majemuk dan kecerdasan emosional, yang dapat diharapkan berdampak pada penajaman bidang intelegensi (analitik ,sintetik, dan praktikal dari Stenberg)
Ke empat materi pengembangan belajar dapat di arahkan untuk mencermati kasus kasus yang relevan dalam kehidupan sehari hari.
Contoh : guru memfasilitasi agar pembelajar dapat memahami isis cariterA dalam perspeltif yang beragam dengan mengerahkan bidang intelegensi masing masing pembelajar.
Pengembangan materi : si A meninggal dunia dalam perjalanan rumah sakit akibat kehabisan darah setelah di tikam oleh si B .si B merupakan tetangga si A.si B menikam karena malu (masiri) oleh kata kata si A yang menuduhnya …
Dalam hal ini guru dapat mengmbangkan wacana tersebut untuk menstimulasi pebelajar agar dapat mengerahkan intelegensi masing masing  secara interpersonal dan emosional ,dengan merujuk pada kemapuan berpikir  analitik ,sintetik ,dan praktikal,melalui:
Proses pebelajar dapat menganalisis dan mensintesiskan tindakan dan akibat si A dan si B
Dalam konteks nilai budaya siri’, selanjutnya pelajar di tuntun oleh guru penggunakan intelegensi intrapersonal, interpersonal, emosional sesuai pengalaman masing masing.

Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Rancangan pembelajatan IPS di SD yang hendak di acarkan ini pada dasarnya dapat di kembangkan lebih jauh .
Untuk mencapai hasil tumpang sari itu di butuhkan strategi ,yaitu upaya khusus yang lasimnya di gunakan sebagai acuan dalam menata kekuatan penutup kelemahan untuk mencapai tujuan pembelajaran (joni,1993),sebagai sebuah teknik. Ada 3 catatan penting yang menjadi pasangan komplementer dalam strategi pembelajaran multijalur, yaitu:
1.dinamika kelas
2.aktivasi pebelajar
3.dan pengayaan metode.

DINAMIKA KELAS
Guru sebagai fasilisator mengelola kelas ,strategi ini di perlukan dalam menciptakan suasana yang pas untuk memampukan penelajar dalam mengeksplorasi kemampuan.
AKTIVASI PEBELAJAR
Melalui pendekatan cbsa (cara belajar siswa aktif ).
a.memandang kegiatan belajar sebagai pemberian makna konstruktivistik.
b.dengan di tuntun azas tut wuri handayani,pengendalian kegiatan belajar harus meletakan dasar bagi pembentukkan prakarsa dan tanggung jawab  belajar para pelajar kearah belajar panjang hayat (Joni, 1990). Guru menstimulasi siswa yang aktif dan kreatif, yaitu menggunakan materi pembeljaran ‘’siri’’.
PENGAYAAN METODE
Guru di harapkan beranjak dari metode lama yang monoton (ceramah)yang di nilai tidak produktif. Dalam pembejaran guru dapat menggunakan metode–metode seperti :
a.ekspositori
b.demontrasi
c.refleksi
d.latihan.
e.curah pendapat.
f.gerak tubuh
g.tanya jawab
h.tanya jawab
i.diskusi
j.pengamatan.
h.eksperimen

Evaluasi
Evaluasi pembelajaran yang di lakukan untuk mengukur mulai dari informasi sampai kemampuan belajar. Teknik dan objek evaluasi sesuai dengan bidang yang di nilai secara garis besar adalah :
a.       evaluasi proses menilai perhatian ,keseriusan ,dan kreatif
b.      evaluasi portfolio menilai laporan tertulis yang merekam garis besar materi
c.       evaluasi tertulis ,menilai kemampuan peeljar mengeksplorasi dan memperagakan pemahamannya.

Penutup
Kesimpulannya (1) Nilai  budaya “siri” pada komunitas sulewesi selatan perlu ditinjau kemurnianya,sebab dalam aktualisasinya yang muncul hanya muatan negatifnya saja sehingga terbentuk stereotype buruk, (2) Diduga penyebabnya adalah jalur transformasi yang hanya mengandalkan pembelajaran dilingkungan keluarga dengan wawasan yang sangat terbatas dan tertutup, (3) Pembelajaran persekolahan  dapat dijadikan alternatif untuk pengayaan makna nilai siri’  dari jalur transformasi diagonal dan horisontal,yaitu melalui pengintegrasian nilai siri’ kedalam mata pelajaran  non ekstrakta khususnya pada TK,SD,SLTP, (4) Mata pelajaran IPS dapat dijadikan sebagai tumpangan pembelajaran nilai siri’.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar