Jumat, 19 Oktober 2012

review jurnal


Judul Jurnal  :   Pembelajaran Nilai  Budaya Siri' Pada Masyarakat Bugis Makassar Di Lingkungan
                           Sekolah: Perspektif Psikologi Lintas Budaya  Dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
                           Sosial di Sekolah  Dasar.
Penulis           : Muh. Nur Ali

Salah satu budaya dalam masyarakat Bugis adalah Siri’. Menurut Mattulada (1992), Siri’ merupakan “rasa malu” yang abstrak tetapi bisa diobservasi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ungkapan bahasa Bugis dikatakan "iyana  ritu siri 'e naonroi tellu cappa" yang berarti rasa malu pada tiap-tiap orang terletak  pada  3 ujung. Maksudnya adalah yang pertama ujung lidah yaitu dilarang berkata dan dikatai dengan kata-kata kotor. Yang kedua adalah ujung badik yang artinya dilarang menghindar atau lari dari segala ancaman dan serangan fisik. Dan yang ketiga adalah ujung kemaluan laki-laki yang berarti dilarang melakukan zinah atau dizinahi.
Menurut kepercayaan masyarakat bugis, apabila seseorang ternodai oleh ketiga ujung tersebut maka hidupnya dikatakan sia-sia atau lebih baik mati. Nilai budaya siri’ tidak pernah menerima pengakuan dari luar, sehingga tidak tersosialisasikan dari segi manfaat dan mudhoratnya. Nilai budaya siri’ menjadi konsep yang mengambang dan diartikan berbeda-beda atau relatif oleh tiap warga Sulawesi selatan, yang mana cukup berbahaya karena dapat terjadi perdebatan antar sesama warga atau terhadap warga lain (outgroup).
Menurut Matsumoto (2000), persepsi tiap orang tentang dunia tidak sepenuhnya sama dengan persepsi dari kita. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seorang individu menganggap dirinya sebagai representasi dari suatu komunitas akan menimbulkan stereotype bahwa komunitas yang bersangkutan psikopatik. Sama halnya dengan kebrukan individu yang mengatasnamakan nilai siri’ dalam komunitas Bugis dan Makassar.
Begitu luhurnya nilai kualitas suatu budaya hingga mengedepankan kemaslahatan manusia di luar atau dalam komunitasnya. Jika kemaslahatannya tidak muncul, maka perlu dipertanyakan proses pewarisan nilai yang terjadi, sebab diduga telah terjadi bias  pemahaman oleh penganutnya.

Tinjauan Kritis Terhadap Budaya Siri’
Siri'  juga  merupakan  aktualisasi  potensi rohaniah manusia penduknng kebudayaan itu secara keseluruhan yang tak terpisahkan satu dengan yang iainnya (Mattulada, 1992). Keseluruhan yang dimaksud adalah komponen-komponen yang saling menentukan dan komplementer  dalam satu sistem.
Pemahaman   objektif  terhadap  nilai­nilai luhur budaya sangat penting, karena budaya mempengaruhi bagaimana cara menerima dan memproses informasi, atau memahami secara kognitif semua proses mental yang meliputi persepsi, pemikiran rasional, dan hasrat yang menjadi keinginannya (Matsumoto,  2000). Akan tetapi objektivitas dalam pengertian keselarasan dengan dunia objektif (multikultural), juga menjadi rujukan penting sebagai kriteria pembenar nilai pergaulan universal.
Jadi dalam masyarakat bugis terdapat pelabelan (stereotype) bahwa setiap orang bugis dan makassar mempresentasikan perilaku psikopatik dalam perilaku dalam pergaulan antar etnik. Orang bugis bone mengintepretasikan budaya siri sebagai nilai luhur yang harus dijunjung tinggi sebagai ekspresi penghargaan terhadap orang lain, yang bermakna bahwa setiap orang mempunyai rasa siri (rasa malu) dan rasa siri itu harus dihargai. Jika rasa siri tidak dihargai maka orang tersebut akan marah dan kalap bahkan bisa membunuh orang lain.
Ada istilah “ujung sensitif” yang dimiliki oleh orang luar menjadi pegangan dalam lingkup entik bugis tersebut seperti cappa lilla (ujung lidah) isyarat verbal yang artinya semua orang harus disapa dengan santun dan penuh penghargaan. Namun jika diremehkan maka orang tersebut akan marah dan dapat membunuh orang. Cappa kwali (ujung badik) benda tajam dipergunakan untuk membela diri.  Di bugis dilarang semena- mena dengan orang lain karena siapa pun yang mendapatkan penganiayaan wajib membela diri hingga nyawa taruhannya. Coppa laso (ujung kemaluan laki-laki) ini berarti perlindungan terhadap perempuan dari kesewenangan kaum laki – laki.
Nilai siri sebagai budaya yang melekat dalam kultur mengalami proses transformasi yang berlangsung dengan sendirinya melalui pewarisan secara ilmiah. Nilai siri dibentuk oleh lingkungannya tanpa ada penyesuaian kognitif dan emosional secara wajar.

Penerapan Pembelajaran Nilai Budaya Siri’­­­­
Pembelajaran nilai budaya siri terdapat dala mata pelajaran muatan lokal (Mulok), Agama, PKN, Bahasa Indonesia dan IPS. Nilai siri ini diintegrasikan dalam mata pelajaran IPS yg diharapkan mampu memfasilitasi aspek-aspek kognitif dan behavioral pebelajar.

Titik Tolak Pembelajaran
Mengacu pada standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-SP), maka nilai budaya siri diharapkan :
1.      Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
2.      Mematuhi aturan sosial yg berlaku
3.      Menghargai keberagaman
4.      Menggunakan informasi secara logis, kritis dan kreatif
5.      Menunjukkan rasa ingin tahu yg mendalam
6.      Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah
7.      Peka terhadap gejala alam dan sosial
8.      Menunjukkan kecintaan terhadap Tanah Air
9.      Sopan santun
10.  Dapat bekerja sama

Strategi
IPS tergolong dalam mata pelajaran yg berkarakter “Cognitive Grouth” yakni mata pelajaran yg membutuhkan penalaran, pembandingan dan pengalaman serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Strategi untuk pencapaian optimal :
1.      Memprioritaskan “kepedulian kognitif” artinya melihat proses bagaimana cara mempelajarinya
2.      Mempertimbangkan tingkat kognitif
3.      Guru harus interaktif dan mampu mengorganisir struktur pemahaman belajar
4.      Siswa mampu menghubungkan informasi yg ada
5.      Guru harus dapat menangkap respon yg diberikan oleh siswa

Langkah-langkah
Dalam proses pembelajaran nilai siri dalam mata pelajaran IPS maka pembelajaran diberikan muatan kultural yg menyangkut konten :
1.      Orientasi    :  menjelaskan tujuan yg hendak dicapai dengan mendeskripsikan pengertian, manfaat, dll
2.      Eksplorasi  :  pencarian kemampuan dasar siswa dengan mengembangkan percakapan dan tanya jawab
3.      Pemaparan :  menceritakan kasus yg mengandung nilai budaya siri’
4.      Penyelidikan         :  memberikan kesempatan siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan
5.      Akomodasi            :  membentuk pengetahuan baru melalui peyimpulan hasil belajar
6.      Transformasi         :  menerapkan pengetahuan yg telah dimiliki
Proses pembelajaran di atas diperkuat melalui norma yg berlaku agar siswa memahami bahwa nilai kebudayaan siri adalah warisan yg tidak dapat ditinggalkan atau dilupakan.

Mengembangkan Materi
Materi pembelajaran yang di kembangkan adalah materi yang sesuai dengan SKL-SP pembelajaran IPS di SD ,yaitu  :
1.      Mengenai peletakan dasar kecerdasan
2.      Pengetahuan
3.      Kepribadian
4.      Akhlak mulia.
Keempat  materi pembelajaran IPS di SD  yang menjadi target (instructional effects) dikembangkan menggunakan pendekatan majemuk dan kecerdasan emosional, yang dapat diharapkan berdampak pada penajaman bidang intelegensi (analitik ,sintetik, dan praktikal dari Stenberg)
Ke empat materi pengembangan belajar dapat di arahkan untuk mencermati kasus kasus yang relevan dalam kehidupan sehari hari.
Contoh : guru memfasilitasi agar pembelajar dapat memahami isis cariterA dalam perspeltif yang beragam dengan mengerahkan bidang intelegensi masing masing pembelajar.
Pengembangan materi : si A meninggal dunia dalam perjalanan rumah sakit akibat kehabisan darah setelah di tikam oleh si B .si B merupakan tetangga si A.si B menikam karena malu (masiri) oleh kata kata si A yang menuduhnya …
Dalam hal ini guru dapat mengmbangkan wacana tersebut untuk menstimulasi pebelajar agar dapat mengerahkan intelegensi masing masing  secara interpersonal dan emosional ,dengan merujuk pada kemapuan berpikir  analitik ,sintetik ,dan praktikal,melalui:
Proses pebelajar dapat menganalisis dan mensintesiskan tindakan dan akibat si A dan si B
Dalam konteks nilai budaya siri’, selanjutnya pelajar di tuntun oleh guru penggunakan intelegensi intrapersonal, interpersonal, emosional sesuai pengalaman masing masing.

Mengembangkan Strategi Pembelajaran
Rancangan pembelajatan IPS di SD yang hendak di acarkan ini pada dasarnya dapat di kembangkan lebih jauh .
Untuk mencapai hasil tumpang sari itu di butuhkan strategi ,yaitu upaya khusus yang lasimnya di gunakan sebagai acuan dalam menata kekuatan penutup kelemahan untuk mencapai tujuan pembelajaran (joni,1993),sebagai sebuah teknik. Ada 3 catatan penting yang menjadi pasangan komplementer dalam strategi pembelajaran multijalur, yaitu:
1.dinamika kelas
2.aktivasi pebelajar
3.dan pengayaan metode.

DINAMIKA KELAS
Guru sebagai fasilisator mengelola kelas ,strategi ini di perlukan dalam menciptakan suasana yang pas untuk memampukan penelajar dalam mengeksplorasi kemampuan.
AKTIVASI PEBELAJAR
Melalui pendekatan cbsa (cara belajar siswa aktif ).
a.memandang kegiatan belajar sebagai pemberian makna konstruktivistik.
b.dengan di tuntun azas tut wuri handayani,pengendalian kegiatan belajar harus meletakan dasar bagi pembentukkan prakarsa dan tanggung jawab  belajar para pelajar kearah belajar panjang hayat (Joni, 1990). Guru menstimulasi siswa yang aktif dan kreatif, yaitu menggunakan materi pembeljaran ‘’siri’’.
PENGAYAAN METODE
Guru di harapkan beranjak dari metode lama yang monoton (ceramah)yang di nilai tidak produktif. Dalam pembejaran guru dapat menggunakan metode–metode seperti :
a.ekspositori
b.demontrasi
c.refleksi
d.latihan.
e.curah pendapat.
f.gerak tubuh
g.tanya jawab
h.tanya jawab
i.diskusi
j.pengamatan.
h.eksperimen

Evaluasi
Evaluasi pembelajaran yang di lakukan untuk mengukur mulai dari informasi sampai kemampuan belajar. Teknik dan objek evaluasi sesuai dengan bidang yang di nilai secara garis besar adalah :
a.       evaluasi proses menilai perhatian ,keseriusan ,dan kreatif
b.      evaluasi portfolio menilai laporan tertulis yang merekam garis besar materi
c.       evaluasi tertulis ,menilai kemampuan peeljar mengeksplorasi dan memperagakan pemahamannya.

Penutup
Kesimpulannya (1) Nilai  budaya “siri” pada komunitas sulewesi selatan perlu ditinjau kemurnianya,sebab dalam aktualisasinya yang muncul hanya muatan negatifnya saja sehingga terbentuk stereotype buruk, (2) Diduga penyebabnya adalah jalur transformasi yang hanya mengandalkan pembelajaran dilingkungan keluarga dengan wawasan yang sangat terbatas dan tertutup, (3) Pembelajaran persekolahan  dapat dijadikan alternatif untuk pengayaan makna nilai siri’  dari jalur transformasi diagonal dan horisontal,yaitu melalui pengintegrasian nilai siri’ kedalam mata pelajaran  non ekstrakta khususnya pada TK,SD,SLTP, (4) Mata pelajaran IPS dapat dijadikan sebagai tumpangan pembelajaran nilai siri’.

Jumat, 05 Oktober 2012

psikologi lintas budaya 1

1. Pengertian psikologi lintas budaya ?
Menurut wikipedia, Psikologi lintas budaya adalah kajian mengenai persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik; mengenai hubungan-hubungan di antara ubahan psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis; serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut.
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya.
Menurut Triandis, Malpass, dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yg bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yg ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yg dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal.
Menurut Brislin, Lonner, dan Thorndike (1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yg telah memiliki perbedaan pengalaman, yg dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yg dapat diramalkan dan signifikan.
      Menurut Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yg berbeda, yg dipengaruhi budaya/mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yg bersangkutan

2. Tujuan mempelajari psikologi lintas budaya ?
      Psikologi Lintas Budaya memiliki tujuan yaitu mengatahui persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis dalam berbagai budaya dan kelompok etnik. Mengenai hubungan-hubungan di antara ubaha psikologis dan sosio-budaya, ekologis, dan ubahan biologis serta mengenai perubahan-perubahan yang berlangsung dalam ubahan-ubahan tersebut
 3. Hubungan psikologi lintas budaya dengan ilmu lain ?
        Hubungan psikologi lintas budaya dengan sosiologi
melihat persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologi, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik yg berada dalam suatu kehidupan masyarakat

        Hubungan psikologi lintas budaya dengan ekologi
mempelajari mengenai interaksi yg baik dengan makhluk hidup dan lingkungan yg beraneka ragam

4. Etnocentris dalam psikologi lintas budaya ?
      Menurut Matsumoto, etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri. Etnosentrisme memiliki dua tipe. Tipe pertama adalah etnosentrisme fleksibel. Tipe kedua adalah etnosentrisme infleksibel. Etnosentrisme ini memiliki ciri-ciri ketidakmampuan untuk keluar dari perspektif yg dimiliki/hanya bisa memahami sesuatu berdasarkan perspektif yg dimiliki dan tidak mampu memahami perilaku orang lain berdasarkan latar belakang budayanya

5. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal transmisi budaya melalui enkulturasi dan sosialisasi ?

Enkulturasi adalah proses pengenalan norma masyarakat. Enkultursi dalam bahas Indonesia berarti pembudayaan.
Sosialisasi adalah Proses pembelajaran terhadap norma-norma yg berlaku sehingga dapat berperan dan diakui di masyarakat. Proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial.
Menurut M J Herskovits perbedaan enkulturasi dengan sosialisasi adalah sebagai berikut ;
1. Enkulturasi adalah suatu proses bagi seorang baik secara sadar maupun tidak sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
2. Sosialisasi adalah suatu proses bagi seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yg berlaku dalam keluarganya.
6. Persamaan dan perbedaan antar budaya melalui perkembangan moral ?

Piaget menyatakan bahwa kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yg lebih tinggi. Berikut adalah tahapannya :
1.      Sensorik motor
2.      Pra-operasional
3.      Operasional konkrit
4.      Operasional formal
Sedangkan Kohlberg mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yg kemudian dibagi dalam tiga taraf.
1. Taraf Pra-Konvensional
2. Conventional Level ( taraf Konvensional)
3. Tahap interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation.
4. Tahap law and order, orientation
5. Postoonventional Level ( taraf sesudah konvensional)
6. Social contract orientation

7. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal konformitas, compliance dan obedience ?

Konformitas adalah proses dimana seseorang mengubah perilakunya untuk menyesuaikan dengan aturan kelompok
Compliance adalah konformitas yang dilakukan secara terbuka sehingga terlihat oleh umum, walaupun hatinya tidak setuju
Obedience merupakan salah satu bentuk ketundukan yang muncul ketika orang mengikuti suatu perintah langsung, biasanya dari seseorang dengan suatu posisi otoritas

Perbedaan konformitas, compliance dan obedience
Pusatkan perhatian pada nilai konformitas dan kepatuhan sebagai konstruk sosial yg berakar pada budaya. Dalam budaya kolektif, konformitas dan kepatuhan tidak hanya dipandang “baik” tetapi sangat diperlukan untuk dapat berfungsi secara baik dalam kelompoknya, dan untuk dapat berhasil menjalin hubungan interpersonal bahkan untuk dapat menikmati status yg lebih tinggi dan mendapat penilaian/kesan positif.

8. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal nilai-nilai ?

Nilai muncul menjadi ciri khas yg cenderung menetap pada seseorang dan masyarakat dan karenanya penerimaan nilai berpengaruh pada sifat kerpibadian dan karakter budaya. Nilai memiliki berbagai fungsi, diantaranya adalah :
a. Nilai berfungsi sebagai standart, yaitu standart yang menunjukkan tingkah laku dari berbagai cara
b. Nilai berfungsi sebagai rencana umum dalam menyelesaikan konflik dan pengambilan keputusan.
c. Nilai berfungsi motivasional. Nilai memiliki komponen motivasional yg kuat seperti halnya komponen kognitif, afektif, dan behavioral.
d. Nilai berfungsi penyesuaian, isi nilai tertentu di arahkan secara langsung kepada cara bertingkah laku serta tujuan akhir yg berorientasi pada penyesuaiam.
         e. Nilai berfungsi sebagai ego defensive

9. Persamaan dan perbedaan  antar budaya dalam hal perilaku gender ?

Gender merupakan hasil konstruksi yg berkembang selama masa anak-anak sebagaimana mereka disosialisasikan dalam lingkungan mereka. Adanya perbedaan reproduksi dan biologis mengarahkan pada pembagian kerja yg berbeda antara pria dan wanita dalam keluarga. Perbedaan-perbedaan ini pada gilirannya mengakibatkan perbedaan ciri-ciri sifat dan karakteristik psikologis yg berbeda antara pria dan wanita.


10. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal sosial masyarakat ?

Menurut  Ralph Linton, masyarakat adalah “setiap kelompok manusia yg telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas yg dirumuskan dengan jelas”.
Sedangkan menurut, Selo Sumardjan mendefinisikan masyarakat sebagai “orang-orang yg hidup bersama, yg menghasilkan kebudayaan”
Dengan demikian, maka empat unsur yg harus terdapat di dalam masyarakat, adalah :
         1.Manusia (individu-individu) yg hidup bersama,
         2.Mereka melakukan interaksi sosial dalam waktu yg cukup lama.
         3.Mereka mempunyai kesadaran sebagai satu kesatuan.
         4.Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yg menghasilkan kebudayaan


11. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal kognitif ?

Sosial kognitif menetapkan sebuah kerangka untuk pemahaman, prediksi dan tanggung jawab dari prilaku manusia. Teori ini mengidentifikasi prilaku manusia sebagai interaksi dari faktor perorangan, prilaku dan lingkungan. Ada berbagai hal yg berhubungan dengan keberadaan faktor kognisi dalam pengaruhnya terhadap lintas budaya :
a.       Kecerdasan Umum
Kecerdasan umum (IQ) dalam suatu kebudayaan atau daerah secara umum. Menurut Mc. Shane dan Berry kecerdasan umum mempunyai suatu tinjauan yg cukup tajam terhadap terhadap tes kemampuan kognitif.
b.      Genetic epistemologi (faktor Keturunan)
Genetic Epistemologi adalah salah satu teori dari Jean Piaget yg isinya adalah mengatakan bahwa adanya koherensi antara penampilan konitif saat berbagai stimulus diberikan pada seseorang. Penelitian lintas budaya yg menggunakan paradigma ekokultural membawa kesimpulan bahwa ekologi dan faktor budaya tidak mempengaruhi hubungan antar tahap tapi mempengaruhi seberapa cepat dalam mencapainya. Perkembangan kognitif berdasarkan data tidak akan sama disetiap tempat dan kebudayaan tertentu.
c.    Cara Berpikir
Cara berpikir seseorang cenderung mengarah pada aspek “bagaimana” daripada aspek “seberapa banyak” dalam kehidupan kognitifnya. Kemampuan kognitif dan model-model kognitif merupakan salah satu cara bagi sebuah suku dan anggotanya membuat kesepakatan yg efektif terhadap masalah yg dijumpai. Pendekatan ini mencari pola dari aktivitas kognitif berdasarkan asumsi universal bahwa semua proses berlaku pada semua kelompok, tetapi pengembangan dan penggunaan yg berbeda akan mengarah pada pola kemampuan yg berbeda juga.
d.      Contextualized coqnition (Pengamatan kontekstual)
Secara garis besar Cole dan Scriber memberikan suatu metodologi dan teori tetang konteks kognisi. Teori dan metodologi tersebut diujikan untuk penghitungan kemampuan kognitif secara spesifik dalam suatu kontek budaya dengan menggunakan kontek kognisi yang di sebut sebagai Contextualized cognition. Untuk memperkuat pendekatan mereka, cole membuat suatu studi empiris dan tunjauan terhadap literatur. Misalnya dalam budaya timur, asumsi stabilitas kepribadian sangatlah sulit diterima. Budaya timur melihat bahwa kepribadian adalah kontekstual (contextualization). Kepribadian bersifat lentur yg menyesuaikan dengan budaya dimana individu berada. Kepribadian cenderung berubah, menyesuaikan dengan konteks dan situasi.


12. Persamaan dan perbedaan antar budaya dalam hal individual kolektivitas ?
A. individual

Diri individual adalah diri yg fokus pada atribut internal yang sifatnya personal, kemampuan individual, inteligensi, sifat kepribadian dan pilihan-pilihan individual. Diri adalah terpisah dari orang lain dan lingkungan. Budaya dengan diri individual mendesain dan mengadakan seleksi sepanjang sejarahnya untuk mendorong kemandirian sertiap anggotanya. Mereka didorong untuk membangun konsep akan diri yg terpisah dari orang lain, termasuk dalam kerangka tujuan keberhasilan yg cenderung lebih mengarah pada tujuan diri individu. Budaya yg menekankan nilai diri kolektif sangat khas dengan ciri perasaan akan keterkaitan antar manusia satu sama lain, bahkan antar dirinya sebagai mikro kosmos dengan lingkungan di luar dirinya sebagai makro kosmos. Tugas utama normative pada budaya ini adalah bagaimana individu memenuhi dan memelihara keterikatannya dengan individu lain

B. Kolektif

Dalam konstruk diri kolektif ini, nilai keberhasilan dan harga diri adalah apabila individu tersebut mampu memenuhi kebutuhan komunitas dan menjadi bagian penting dalam hubungan dengan komunitas. Individu focus pada status keterikatan mereka (interdependent), dan penghargaan serta tanggung jawab sosialnya. Aspek terpenting dalam pengalaman kesadaran adalah saling terhubung antar personal. Dalam budaya diri kolektif ini, informasi mengenai diri yg terpenting adalah aspek-aspek diri dalam hubungan



Daftar Pustaka :

-          Matsumoto, D. (2002). Culture, psychology, and education. In W. J. Lonner, D. L. Dinnel, S. A.
-          Hayes, & D. N. Sattler (Eds.), Online Readings in Psychology and Culture (Unit 2, Chapter 5), (http://www.ac.wwu.edu/~culture/index-cc.htm), Center for Cross-Cultural Research, Western Washington University, Bellingham, Washington USA